Sulitnya Mengakses Pendidikan di Dusun Karangdawa
Oleh: Misjani
Pemerintah sampai saat ini belum bisa mengatasi anak-anak yang putus sekolah, salah satunya di Dusun Karangdawa, Desa Setupatok, Kecamatan Mundu yang terletak di perbatasan Kota dan Kabupaten Cirebon. Jarak antara sekolah dan rumah sangat jauh bagi anak-anak yang ingin melanjutkan sekolah, ditambah tidak ada kendaraan umum.
Dalam hal ini, sepasang suami istri yakni Popon dan Kadi kesulitan untuk menyekolahkan anak pertamanya, Lina ke jenjang SLTP karena faktor ekonomi. Mereka mempunyai empat orang anak yang masih duduk di bangku sekolah dasar dan ada juga yang masih balita.
Popon hanya IRT, kadangkala ia juga menjadi buruh serabutan semingu dua kali. Upah menjadi buruh hanya 50 ribu-60 ribu, hanya cukup buat makan sehari-hari. Sedangkan Kadi, suaminya, berpenghasilan jika ada yang mengunakan jasa pijatnya. Upah sekali pijat 30 ribu hingga 40 ribu. Itu tidak setiap hari, terkadang hanya satu seminggu.
Sebenarnya, Popon dan Kadi ingin anak pertamanya melanjutkan tingkat SMP. Akan tetapi, faktor ekonomi membuat mereka tak berdaya untuk menyekolahkan anaknya. Namun mereka tidak begitu saja lepas tanggungjawab untuk memenuhi hak anaknya belajar.
Kini Lina bersekolah di Sekolah Alam Wangsakerta. Mereka sedikit lega, anak sulungnya bisa melanjutkan belajar, karena sekolah tersebut tidak dipungut biaya.
“saya sendiri sebenernya pengen banget kalo Lina sekolah lagi, tapi ya gimana, enggak punya biaya. Apalagi sekolahnya jauh. Saya sangat mendukung lina sekolah di sana, biar bisa terus belajar,” ucap Popon.
Menurut penelusuran, tidak hanya keluarga Popon saja yang kurang beruntung. Warga Dusun Karangdawa lainnya juga kebanyakan hanya tamatan sekolah dasar. Problemnya pun sama, karena faktor ekonomi .
Mayoritas warga Dusun Karangdawa merupakan buruh pabrik, IRT dan berdagang cobek. Sebagian besar hanya mampu menyekolahkan hingga lulus SMP, selepas itu pergi merantau mengikuti jejak warga setempat.