Pertanian Berbasis Komunitas: Sebuah Tawaran ala Chayanovian: Review Buku Petani dan Seni Bertani Maklumat Chayanovian
Penulis Review: Tholib Ainnur Alif*)
Judul Asli: Peasants and The Art of Farming: A Chayanovian Manifesto
Penulis: Jan Douwe van der Ploeg
Penerjemah: Ciptaningrat Larastiti
Penyunting Ahli: Ben White dan Laksmi A. Savitri
Penyunting: Achmad Choirudin, Nurhady Sirimorok, dan Marsen Sinaga
Perwajahan Isi: Damar N. Sosodoro
Ilustrasi Sampul: Andi Bhatara dan Giovanni Dessy Austriningrum
Kolasi: 250 Halaman/14 X 20 Cm
ISBN: 978-602-0857-87-9
Dewasa ini pertanian di Indonesia sudah banyak ditemui bahwa masih jauh dari kata sejahtera dan kemandirian bertani. Khususnya petaninya itu sendiri masih belum menemukan kesejahteraan dan masih ketergantungan dengan pabrik dan pasar. Padahal petani adalah tatanan masyarakat yang menyangga kehidupan Negara. Artinya jaminan kesejahteraan petani harus diprioritaskan, sehingga generasi kaum petani semakin yakin dengan bangganya menjadi petani yang berkontribusi sebagai pemasok pangan masyarakat.
Produk-produk pabrikan serta penentuan harga pangan pasar masih menjadi pengendali petani, bagaimana tidak, ketergantungan petani dalam penggunaan pupuk dan benih yang semakin tahun dalam produksi bertani semakin meningkat dalam penggunaannya, sedangkan harga pupuk semakin naik setiap tahunnya. Harga pasar menjadi penentu harga hasil panen petani yang semakin tidak menguntungkan bagi petani dan konsumen. Namun diketahui pemangku kebijakan pun abai dalam disiplin mengelola masalah- masalah pertanian yang seharusnya ini menjadi fokus utama pembahasan.
Dalam lintasan sejarah pun, polemik pertanian masih terkait isu industrialisasi kapital seperti dalam kalimat Chayanov yang menyatakan dengan sangat gamblang bahwa,…”Usaha tani dan pertanian berada dalam suatu ekonomi yang didominasi oleh relasi kapitalistik; usaha tani itu terserap ke dalam produksi komoditas dan putaran modalnya berbasis pada pinjaman dari bank. (halaman 21, bab pertanian Petani dan Kapitalisme). Ini begitu jelas, bahwa petani dipermainkan atau bahkan dimanipulasi dengan hanya mendapat imbalan sedikit.Ditambah lagi unit pemain usaha mikro sebagai mediasi usaha makro yang menyudutkan kaum petani sebagai kelas rendah.
Dalam keseimbangan alam dan petani banyak ditemui sampai saat ini pun bahwa secara tidak disadari petani sedang membunuh tanahnya sendiri atau merusak alam lingkungannya dengan metode-metodenya dan hal ini disebutkan dimulai sejak masa Revolusi hijau, tidak jauh berbeda seperti dalam sebuah penjelasan di dalam buku sebagaimana berikut:
“Modernisasi dan Revolusi Hijau menggambarkan suatu keterputusan penting dari usaha tani sebagai produksi-bersama manusia dan alam-hidup. Pupuk kimia menggantikan unsur hayati tanah, pupuk kandang, dan pengetahuan petani. Pakan konsentrat pabrikan menggantikan padang rumput, padang penggembalaan, dan jerami. Perkawinan ternak alami menghilang, sedangkan inseminasi rekaan, dan kemudian transfer embrio dan pemilihan sapi jantan induk terbaik melalui teknologi komputerisasi mulai mendominasi. Pencahayaan listrik menggantikan matahari bagi sebagian besar pertanian hortikultura dewasa ini, sementara dalam pengandangan ayam satu periode 24 jam sekarang telah mencakup dua malam dan dua hari guna mempercepat pertumbuhan ayam. Energi matahari menjadi kurang penting dan tergantikan oleh energi fosil. (Halaman 76-77).
Jika diteruskan ini akan membahayakan keberlangsungan hidup manusia, dan kita harus segera beralih ke pertanian yang mengedepankan ekologi, seperti dikatakan oleh petani Frisian, …”jika kamu ingin bertahan [hidup] dari tanah, kamu harus memberikan apa yang tanah butuhkan”), yang menggambarkan timbal balik yang sama (halaman 74). Produksipertanian sekarang ini masih per individu baik dari segi modal maupun pengelolaannya dan para petani menganggap ini adalah suatu usaha penghasil uang ini menjadi kerentanan kemandirian petani, juga di sisi lain, para pemilik modal besar kapitalistik semakin merajai karena petani adalah pemasok bahan mentah dan pekerja mereka, hal semakin memperendah sosial kelas tani, dan Chayanov sudah mengamati bahwa, “Mesin perniagaan, karena merisaukan standar kualitas komoditas terkumpul, juga mulai mengintervensi urusan pengelolaan produksi petani. Mesin perniagaan menetapkan persyaratan teknis, menyediakan benih dan pupuk, menentukan rotasi tanam, serta menggeser klien menjadi pelaksana teknis dari desain dan rencana ekonominya. (halaman 117)
Ada tawaran solusi dari analis Chayanovian dalam usaha mikro unit produksi pertanian dan pengolahan pertanian yang mandiri mementingkan keseimbangan antar sesama manusia (tidak kapitalis) dan juga manusia dengan alam. Pertanian petani (dengan beberapa pengecualian) bergantung pada tenaga kerja tanpa upah. Tenaga kerja tidak dikerahkan melalui pasar tenaga kerja, melainkan berbasis keluarga: tenaga kerja pertanian yang disediakan sendiri oleh keluarga tani. (halaman 34). Artinya bergotong royong dengan cara saling bantu dan kekeluargaan sesama petani juga memakai sistem barter benih dan jasa, sehingga tanpa upah dan tidak memakai sistem kapital.
Kemudian dilanjut mengenai analisa modal seperti, “Dalam pemahaman ini tidak sama dengan kapital dalam nuansa marxis: yakni sebagai relasi. “Modal” dalam usaha tani pertanian terdiri atas rumah dan bangunan pertanian lainnya, tanah, perbaikan prasarana pertanian (jalan, kanal, sumur, terasering, peningkatan kesuburan tanah, dan sebagainya), ternak, material genetis (benih dan induk nya), perangkat mesin, ketersediaan tenaga untuk membajak(dalam bentuk apapun). Bahkan ingatan (memori) juga menjadi bagian integral dari modal dalam artian ini, sebagaimana jaringan (untuk menjual produk, mendapatkan bantuan timbal balik atau tukar menukar benih) dan tabungan (berupa ketersediaan uang untuk membayar apapun yang dibutuhkan) juga termasuk didalamnya.
Dengan begitu modal pun akan tetap dan modal ini disebut dengan modal keluarga, petani berkelompok mengelola lahan pertaniannya, secara berangsur dan bergiliran saling menukar jasanya. Ketika modalnya itu berbasis sumber daya keluarga yang tidak diatur secara eksklusif oleh berbagai mekanisme pasar atau pabrik. Dewasa sekarang ini banyak kamu petani di belahan Eropa menggunakan sistem ini dan beralih ke pertanian berbasis agroekologi.
Pentingnyapeningkatan pembentukan kembali kaum tani ini untuk mendorong kenaikan secara besar-besaran produksi pertanian. Seperti semisal tertulis petani Tiongkok, ‘produksi pertanian meningkat sampai 42,2% selama periode 1978-1984 (dihitung menggunakan harga tetap); 46,6% dari pertumbuhan itu bisa dibilang merupakan hasil dari reformasi sistem; 32,2% dari peningkatan faktor-faktor lain. Peningkatan produksi pertanian ini menyelesaikan masalah kelangkaan pangan dalam periode pendek, dan jumlah orang melarat pun berkurang dari 250 juta (30,7% populasi) pada 1978 menjadi 21,5 juta (2,3%) pada 1990 (halaman 180). Hal ini menguntungkan bagi negara dan masyarakatnya dalam menjaga ketersediaan makanan atau ketahanan pangan terlebih generasi akan bertani semakin diuntungkan ketika Menyadari akan pentingnya petani bagi kelangsungan kehidupan.
Terakhir, kiranya buku Petani dan Seni Bertani: Maklumat Chayanovian menurut saya relevan dengan tawaran solusi yang dapat diterapkan secara utuh untuk pengembangan kesejahteraan petani dan sistem pertanian dalam negeri. Pemahaman yang melekat akan mendorong petani bertransformasi untuk kemandirian dan kesejahteraan dirinya serta dampak positif terhadap ekologi lingkungannya. namun hal itu pun tidak luput dari program pemangku kebijakan yang harus selaras dengan yang dicita-citakan.[]
*) Penulis adalah peserta Program Ngenger Sekolah Alam Wangsakerta Tahun 2021 umur 18 tahun.