Yayasan Wangsakerta
Yayasan Wangsakerta
Strategi UmumCatatan LapanganNgengerJelajah EnsiklopediaDonasi
kontak

<strong>Pengalamanku Membuat Pangkalan Data untuk Petani Karangdawa&nbsp;</strong>

Oleh: Beah

Melakukan wawancara Wa Toip dan Bi Kas untuk menggali data sosial petani Karangdawa bersama Kakak Bustomy dan Sitti

Terlibat untuk membantu panen petani Karangdawa merupakan pengalaman berharga tersendiri. Sebelum kami membantu ikut panen ibu kamilah, pada hari Kamis malam Jumatnya (23 November 2021), kita mengadakan pertemuan para petani karangdawa di saung Sekolah Alam Wangsakerta. Yang di mana di pertemuan itu kita membahas kekurangan dan masalah yang ada di sawah. Salah satunya, air, alat penyemprotan dan masalah dimana lahan tersebut ketika musim hujan penuh dan musim kering kekeringan.

Konon katanya penanaman di segara itu, ketika musim kemarau panjang ia akan kering dan ketika musim hujan air akan naik ke atas hingga menenggelamkan tanaman yang ada, cuaca yang seperti itu sudah sejak lama bahkan sebelum aku lahir juga sudah terjadi, begitulah yang diceritakan oleh Bibi kuslum salah satu petani Karangdawa.

Setelah pembahasan pertemuan selesai. Dilanjut perencanaan, salah satunya mendata spasial dan sosial, spasial adalah penitikan untuk lahannya dan sosial pertanyaan pertanyaan contohnya pemilik lahan ini nama-nya siapa, terus bagaimana kita semua warga belajar terlibat panen kami bergotong royong membantu panen. Pada saat itu juga ibu Kamilah sedang panen, maka dari itu paginya kita berencana untuk terjun ke lapangannya untuk ikut panen dan menggeprek padinya.

Bi Kamilah menggunakan alat tradisional dari bambu dan kayu untuk merontokan padi

Pada Jumat tanggal 26 November 2021, pukul sembilan pagi, Di mana kegiatan kita hari tersebut membantu para petani karangdawa yang menanam di segara atau nama lain dari sawah. Salah satunya di sini kami bersama ibu kamilah karena sudah waktunya padi ibu kamilah panen, Dibagi dua kegiatan ada yang menggprek padinya, serta ada yang ngarit atau mengambil padi di sawahnya

Perjuangan sekali untuk petani. Batinku berkata. Pas pertama turun ke tempat padi tersebut ditanam ternyata kedalamannya mencapai lutut pahaku. Aku merasakan pada saat itu berada di tempat terbuka, dengan panas yang menyengat, beruntung menggunakan cotom atau penutup muka yang berguna untuk mendinginkan wajah dari ngengat matahari. 

Awal mula membantu panen, caraku mengambil padi yang akan dipanen cukup lama.  Lalu dikasih contoh sama ka Tomi bagaimana cara mengambil cepat dan menggunakan aritnya. Pegang keras padinya dan mengaritnya (motong) dengan miring (mudah dan cepat) dan terbukti. “Mantul. udah bener eh salah lagi, posisi ngarit-nya lurus, seperti semula. Jadi kan lama.” Teriakku girang

Setelah ngarit selesai pindah percobaan menggeprek padinya. Disini petani masih menggunakan cara tradisional yang terbuat dari kayu. Caranya kita ambil padinya dengan jumlah yang banyak, lalu menggpreknya di alat tersebut dengan tenaga maka runtuhlah padi padi itu, pada saat padinya sudah tidak runtuh lagi berarti sudah selesai. Masih ada sih tapi masih pada hijau. Ambil padi yang sebanyak-banyaknya, angkat ketika mau nyampe ke alat-nya baru tenaganya dikeluarin, setelah digeprek angkat dengan pelan (supaya habis geprekannya ngga jatuh ke luar tempat kumpulnya padi). Kaya Ka Tomi menyampaikan caranya. 

Paling suka saat mengarit padinya, dengan cara mengambil padi langsung dari sawahnya, karena kotor ada perjuangannya untuk mengangkat kaki yang berat. Itu ilmu baru buatku pribadi. 

Setelah di hari Jumat kegiatan ikut panen, pada hari Sabtunya kami berdiskusi untuk pelaksanaan spasial, dalam diskusi kami membahas pembagian tugas, pembagian kode, dan cara melakukannya, dan lain-lain.

Minggunya, 28 November 2021, terjun berpetualang. Mengingat menggunakan waypoin kembali. Petualang di bulak(sawah)nya petani karangdawa. Dengan kondisi cuaca yang lebih baik daripada kemarin yang bantuin panen, kenapa bisa begitu? Karena sekarang lebih adem, tidak panas, terus ada semilir angin. 

Kenapa ke bulak lagi? Jadi kita itu kesana mau mendata spasial yaitu penitikan batas-batas sawahnya petani karangdawa. Yang dimana kita melakukan penitikan 4  (empat) sudut tetapi tergantung lahannya, kotak atau jenis lainnya. Ketika sudah di lapangannya, setiap kelompok berpencar mencari dan berkomunikasi dengan petani yang ada orangnya agar kita tau mana saja batasnya, darimana dan sampai mana.

Ada petani juga yang sawahnya sudah tergenang air, jadi ya susah untuk dilakukan penitikan. Enaknya pada saat lagi musim ketiga atau sedang tidak hujan. Dan disini kami melakukan penitikan menggunakan aplikasi waypoin yaitu untuk penitikan sawah. Untuk penggunaannya sendiri mudah tinggal buka aplikasinya lalu liat akurasinya dan akurasinya harus dibawah 5 m, jika tidak maka tidak bagus, kurang presisis. Ketika akurasinya sudah dibawah 5 mm lalu klik dibawah kanan lalu masukan kode yang telah dibagikan pada hari Sabtu terus save lanjut berjalan dan nyari titiknya kembali.

Satu kelompok terdiri dua orang atau tiga orang, yang satu menggunakan waypoin dan satu mencatat di buku, yang di mana di buku mencatat kode dan pemilik lahannya.

Setiap pengalaman punya cerita nya masing-masing, dan kelompok kami terasa mantap, karena harus nyebur ke lahan yang terlalu dalam, ada airnya untuk melewati titik batasannya. Seperti Surga dunia  rasanya, liat pemandangan hijau hijau, anginnya berhembus, langit membiru cantik, gunung hijau di tengah tengah, dan ketika berhenti di gubug (tempat) salah satu petani yaitu Bi Rat dan Wa Kasir, di situ disuguhi jagung dan capu (singkong) yang masih hangat, sembari dihidangkan kopi hitam. Di sekitarnya, tanaman cabe yang sudah berbuah, jagung yang sudah tumbuh. Nikmat sekali. 

Setelah selesai proses spasial, berlanjut ke aktivitas pendataan sosial yang di mana sudah ada beberapa pertanyaan yang sudah diprint-out di kertas. Salah satu pertanyaan tersebut apa saja si yang ditanami oleh petani disawah. Kenapa kami melakukan pendataan ini, mungkin agar kita memiliki data petani di karangdawa, yang dimana bisa mengajukan permasalahan yang dihadapi oleh petani, semisal soal kartu tani atau alat alat yang mereka butuhkan.

Di segara ini ada dua nama atau dua tempat yang satu dinamakan tuk dan kedua dinamakan pengedusan, mengawali kegiatan wawancara kami mulai dibagian yang menanam di tuk dulu sampai selesai baru ke pengedusan.Disini kami mendatanya dimalam hari, kenapa tidak pagi, siang atau sore hari, karena biasanya mereka masih ada di sawah, sehingga melakukan pengambilan datanya pada malam hari, karena kosong kegiatan juga dari tim-nya, dan tantangan untuk pendatanya, dimana kita mendapatkan data-nya sedikit  dalam satu malam karna mereka sudah pada tidur, tapi setidaknya kami mendapatkan data. Sebelum terjun kelapangan pun kita kumpul dulu untuk pembagian tim dan pembagian tempat tempat rumah petaninya.

Dalam pendataan ini pun ternyata banyak keluhan yang diceritakan langsung oleh petani kepada kami, yang di mana terkadang harga pupuk mahal, ketika musim kering, akan mengalami kekeringan, musim hujan tenggelam, sehingga dalam musim seperti itu ada kerugiannya di mana kalau hujan kelem sehingga tidak panen. Katanya dari beberapa petani “kalo lagi miliknya ya bisa makan, kalau tidak miliknya ya tidak makan, dalam kata-kata tersebut banyak permasalahannya yang dari tenggelam, hama, dan gagal panen. Ketika tidak punya alat penyemprot mereka menyewa dan mengeluarkan uangnya. Ketika mereka tidak mampu mereka mempekerjakan orang dan mengeluarkan orang. Begitulah catatanku terlibat proses membuat pangkalan data untuk petani Karangdawa. []


Bagikan

- Kembali ke Arsip Catatan Lapangan 2017 - 2021

Kontak

Informasi lebih lanjut

yayasan.wangsakerta@gmail.com

Jl. Jeunjing RT 06/RW 01 Dusun Karangdawa, Desa Setu Patok, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon 45145

Formulir Kontak

Yayasan Wangsakerta
Yayasan Wangsakerta

Mewujudkan masyarakat yang cukup pangan, cukup energi, cukup informasi, dan mampu menentukan diri sendiri.

Profil

Siapa Kami

Ngenger - Sekolah Alam

© 2022 - 2024 Yayasan Wangsakerta. All rights reserved. Design by Studiofru