NU dan Petani
oleh : Wakhit Hasim
(dok. Rayapos.com)
Aku khawatir jika para Kiai sepuh yang memiliki sawah, ladang, ternak dan perikanan mulai diganti oleh para Kiai yang lebih muda, lulusan sekolah-sekolah tinggi, dalam dan luar negeri, yang telah meninggalkan pertanian untuk mengejar cita-cita pendidikannya.
Nanti siapa yang menjadi pengurus NU yang memperjuangkan petani karena mengerti dan menghayati pertanian dari sanubarinya?
NU berbasis masyarakat tani. Kotak tanah pertanian Indonesia kini menyempit, penghuni membengkak, petani berkurang karena anak-anak petani meninggalkan pertanian, padi akan berkurang, nanti kalau pada kelaparan bagaimana?
Meskipun petani ada pada strata paria, namun kehidupan semua profesi kesatria, pandita, bahkan sudra tergantung pada hasil tangannya.
Kita butuh pengembangan metodologi baru ushul fiqh dan qawaid fiqhiyah soal-soal usaha, dengan basis maqhashid, baik pertanian maupun maupun perdagangan (sektor produksi dan distribusi). Zaman sudah meluncur 11 abad sejak abad ke-10, ketika kaidah-kaidah tradisional ini matang dibangun.
Bab al-buyu’ yang menjelaskan perihal transaksi kerjasama, masih difahami dalam konteks individual. Imaginasi pembangunan struktural abad ke-10 masihlah pada bersifat otokrasi, dengan masyarakat feudal, dan pasar internasional yang masih bersifat terbatas. Belum ada PBB, WTO, IMF, dan pasar bebasr. Belum ada alienasi budaya modern sebagai terusan alienasi sosial-ekonomi dalam alam kapitalistik.
NU dan jenis kelompok agama apapun, dari agama apapun, punya satu misi yang sama: misi kenabian. Misi kenabian adalah misi menghidupkan. Hidup yang sehat, tanpa eksploitasi, tanpa alienasi.
Kalau bukan NU dan pesantren, yang peduli sekali dengan kitab kuning sehuruf-hurufnya itu, yang begitu peduli menghapalkan imrithi, alfiyah, sampai tidur di kuburan, yang menghapalkan ushul fiqh dan qawaid fiqhiyah sampai ntruthul, siapa yang betah mengembangkan metodologi hukum islam ini dengan mendalam?
Saya pesen sama temenku, pak Abd Muiz Ghazali, kalau pertemuan para ulama muda untuk mendiskusikan hal ini.
Cirebon, 28 Maret 2017