Misi Profetik untuk Perubahan Masyarakat
Oleh: Muhammad Reza Ziaurrahman*)
Para Guru dan Relawan Sekolah Alam Wangsakerta kembali menghadirkan program Pesantren Ramadhan. Acara ini diselenggarakan sepanjang bulan tiap hari Rabu dan Minggu siang, dimulai tanggal 18 April 2021. Pertemuan perdana ini mengambil tema peran Nabi dan Rasul dalam transformasi sosial.
Kisahnya dimulai ketika Muhammad yang sedang melakukan Uzlah di Gua Hira. Malaikat Jibril turun membawakan wahyu pertama berupa perintah membaca. Mengapa wahyu turun pertama ketika Nabi melakukan uzlah?
Uzlah bisa diartikan sebagai sebuah proses pendisiplinan diri lewat perenungan dan penghayatan atas Zeitgeist, dalam upayanya memperoleh pencerahan akal budi, agar dapat menuju dan menyingkap kebenaran sejati. Futuh.
“Bacalah Ya, Muhammad” kata Jibril.
“Saya tidak dapat membaca” kata Muhammad.
Dialog perintah untuk membaca itu terulang sampai tiga kali hingga Muhammad berkata “apa yang harus saya baca?” Tentu saja “baca” yang diperintahkan Jibril bukan membaca teks, melainkan membaca kondisi zaman. Membaca dalam pengertian ini berarti memahami, menguraikan, sekaligus melakukan satu tindakan perubahan. Melalui Jibril, Tuhan memberikan perintah kepada Muhammad untuk membaca kondisi sosial masyarakat Mekkah saat itu.
****
Sejak mendapat wahyu yang pertama ini, yaitu Q.S Al ‘Alaq: 1-5, Nabi Muhammad resmi mengemban misi kenabian. Menurut Ali Syariati, tugas para Nabi bukan cuma mengajak umat manusia kembali mengingat Tuhan, melainkan juga membebaskan manusia dari belenggu penindasan.
Hal ini juga berlaku bagi nabi-nabi lain. Nabi Ibrahim melakukan misi menghadapi penguasa Babel yang lalim. Nabi Musa mengemban tugas menyelamatkan bani Israel dari kekejaman Fir’aun di Mesir.
Jadi memang ada relevansi yang jelas antara visi kenabian dengan transformasi sosial. Dakwah atau misi kenabian adalah misi mengubah struktur sosial dan sistem nilai secara radikal. Pemahaman umum tentang kenabian yang berorientasi asketisme akhirat perlu dibaca kembali sebagai misi untuk mengubah peradaban manusia di dunia. Min al-aqidah ila al-thawrah.
****
Pembalikan tata nilai yang sudah mapan ini seringkali menimbulkan ketegangan dengan stakeholder setempat yang merasa kepentingannya terancam. Dakwah Nabi Muhammad menyatakan bahwa orang ‘ajam (bukan asli Arab) dan non ‘ajam (asli Arab) mempunyai kedudukan yang sama serta seruannya menghapus perbudakan. Misi ini tentu saja mendapat tentangan yang keras dari kaumnya, masyarakat Mekkah.
Penghapusan perbudakan bagi saya termasuk ajaran inti Tauhid. Ajaran ini harusnya menjadi kesadaran yang mutlak dimiliki oleh setiap mukmin. Semua manusia (makhluk) berada dalam posisi yang setara. Tidak ada kelas. Tidak ada kasta. Tidak ada tuhan selain Tuhan.
Beratnya perjuangan Nabi ini terekam jelas dalam dialog antara Waraqah. Waroqoh adalah paman Khadijah, seorang Ahli Kitab (Nasrani). Nabi Muhammad menanyakan apa yang dialaminya selama di goa Hira, apakah itu wahyu yang benar, atauakan Jin yang ingin mengganggu Nabi Muhammad.
Waroqoh bin Naufal memperhatikan dengan seksama. Tak seorang Nabi pun yang membawa ajaran yang sama kecuali akan didustai dan diperangi oleh kaumnya sendiri. “Mereka akan menyakitimu, menyebutmu gila, hingga mengusirmu dari kampung halaman”, ucap Waraqah kepada Muhammad.
****
Kisah ini terkait dengan kisah Adam jauh-jauh masa sebelumnya. Dari narasi Wahyu, kita dapat memperkirakan Nabi Adam adalah seorang petani. Sebagai seorang petani, kita bisa belajar dari kisah Adam ini.
وَلَا تَقْرَبَا هٰذِهِ الشَّجَرَةَ فَتَكُوْنَا مِنَ الظّٰلِمِيْنَ.. “Jangan dekati pohon ini, nanti kalian berdua akan menjadi zalim”! larang Allah kepada Adam dan Hawa saat itu. Dan mereka melanggar larangan itu, lalu terusir dari sorga tempat mereka berada.
Sorgaini tampak sebagai sebuah desa yang masih terjaga keasrian alamnya. Ada terusir dari sana, karena mendekati pohon yang telah dilarang oleh Tuhan sebelumnya. Pohon-pohon adalah penanda ekosistem. Dan Adam tidak sekedar melakukan larangan mendekati ekosistem, namun juga memakan (mengeksploitasi) pohon tersebut. Akibatnya surga (kampung) menjadi rusak dan membuatnya harus pindah (terusir) dari sana.
Larangan mendekati pohon itu bukannya tanpa alasan. Tuhan yang maha mengetahui itu tahu kalau tabiat manusia memang usil.
Kita sering memetik daun atau mematahkan ranting tanpa adanya azas kemanfaatan. Di level akbar, kita bisa melihat kerusakan apa yang ditimbulkan oleh negara dan korporasi.
ظَهَرَ ٱلْفَسَادُ فِى ٱلْبَرِّ وَٱلْبَحْرِ
بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِى ٱلنَّاس لِيُذِيقَهُم بَعْضَ ٱلَّذِى عَمِلُوا۟ لَعَلَّهُمْ يَ
رْجِعُونَ
[]
*) Pendamping Sekolah Alam Wangsakerta