Yayasan Wangsakerta
Yayasan Wangsakerta
Strategi UmumCatatan LapanganNgengerJelajah EnsiklopediaDonasi
kontak

MENELADANI KARAKTER UTAMA NABI PEMIMPIN UMAT: Catatan refleksi pesantren ramadhan di Sekolah Alam Wangsakerta

Oleh: Beah*)

Belajar dari Pengalaman melalui permainan “mind master”

Pertemuan Pertama

Kegiatan Pesantren Ramadan oleh Sekolah Alam Wangsakerta Cirebon dilakukan seminggu dua kali sepanjang bulan Ramadan 1442 H, yaitu di hari Rabu dan Minggu. Pertemuan rutin itu dilakukan pada pukul 14:00-16:00 secara langsung dan melalui saluran Zoom. Suda tiga kali pertemuan dilakukan dengan tema yang berbeda satu sama lain.

Pengertian, Peran dan Posisi Nabi dalam Kehidupan

Pertemuan pertama bertema pengertian, posisi dan peran nabi atau rosul dalam transformasi sosial. Narasumber untuk tema ini adalah Kiai Abdul Muiz Ghazali, biasa kami panggil Pak Muiz. Pak Muiz memulai pengantar sesi ini dengan mem beri pertanyaan, nabi itu ada berapa. Nama-nama dari nabi yang kita ketahui itu berstatus nabi atau rosul? Peran nabi dalam sosial itu apa?

Jawabanpun diberikan oleh peserta sesuai yang mereka ketahui. Pak Muiz menjelaskan yang biasa kita dengar ada 25 nama, dan mereka adalah para nabi. Peran mereka berbeda satu sama lain. Ada nabi yang berperan sebagai raja, ada yang mengembala ternak, dan bertani. Nabi Sulaiman dikisahkan dapat berbicara dengan binatang yaitu semut.

Diceritakan Nabi Adam dan Hawa dilarang oleh Allah untuk mendekati suatu pohon. Mengapa beliau dilarang oleh Allah? Orang saat ini juga dilarang mendekati pohon Beringin karena ada hantunya. Padahal pohon Beringin mempunyai tiga manfaat yaitu menampung air, menjaga tanah dari longsor dan membawa suasana adem atau sejuk. Lalu mengapa dilarang mendekati pohon Beringin jika demikian? Kita bisa perkirakan bahwa larangan itu untuk mencegah berdekat-dekat, supaya pohon itu tetap utuh. Tangan manusia itu jahil kalo berdekatan dengan benda.

Mari kita refleksikan pekerjaan kita terkait dengan kisah Nabi ini. Misalnya kisah Nabi Adam memberi gambaran kepada kita bahwa profesi beliau adalah bertani. Kita justru menghindar dari pekerjaan bertani. Alasannya apa yang harus dibanggakan dengan bertani. Namun, bertani itu hal yang luar biasa. Tanpa petani kita tidak bisa makan.  Seharusnya kita tidak perlu minder menjadi petani. Nabi juga bertani

Contoh lain adalah kisah Nabi Sulaiman dan Nabi Nuh. Jika beliau berdua berbicara dengan binatang, hal ini mengindikasikan beliau beternak. Bukankah ini tidak aneh karena kita juga melakukannya? Contohnya jika kita memiliki kambing, kambing akan diam jika ia kenyang. Tetapi saat lapar ia akan memberi kode-kode dengan mengeluarkan suara. Kita sebagai peternak tahu bahwa kambing ini lapar lalu kita beri makan. Kita pada tahap ini sudah melakukan apa yang para nabi lakukan yaitu berbicara dengan hewan.

Peran-peran Nabi di atas bagi kita merupakan teladan untuk berjuang membangun masyarakat. Bagaimana karakter dan sifat-sifat nabi dalam menjalani peran di atas? Di bawah ini akan dikenalkan satu sifat utama dari nabi-nabi, yang pertama adalah sifat jujur berintegritas.

Karakter Kejujuran (Sifat Shiddiq)

Memahami karakter dan sifat jujur atau shidiq dari nabi, fasilitator memulai mengajak peserta untuk curah gagasan dengan permainan melompoat garis. Para peserta diminta berdiri, dan dijelaskan bahwa lantai kelas dibagi menjadi dua ruas tertentu dengan jawaban tertentu sambil memilih ruas mana yang cocok dengan mereka. Mereka harus pindah ke ruas yang sesuai.

Mereka ditanya apakah pernah menemukan orang yang menurut mereka jujur. Ada 6 orang menyatakan pernah, mereka diminta mengambil tempat di satu sisi. Bagi yang belum pernah bertemua menempati sisi lain. Masing-masing di antara mereka diminta menjelaskan lebih lanjut, siapa yang mereka temui, apa bentuk kejujurannya. Sementara yang belum pernah bertemu dengan orang jujur juga ditanyakan, mengapa tidak pernah bertemu. Apakah semua  yang mereka temuai tidak pernah jujur. Semua memberi penjelasan mengenai jawaban itu. Apakah pernah percaya kepada seseorang apa tidak. Peserta masih sulit menjelaskan dengan gamblang pilihan mereka.

Permainan ini memberi pelajaran bahwa jujur dapat berupa berbicara dan bersikap apa adanya, berangkat dari diri sendiri. Hal ini tidak dapat dilepaskan dari proses pendidikan yang selama ini didapatkan. Kata-kata dan sikap jujur ini tidak dapat dipisahkan dari sifat lain yaitu al-amin atau sifat_terpercaya.  Nabi membangun sikap jujur dan terpercaya ini melalui ucapan dan sikap yang teguh dan berdisiplin.

Pertemuan Kedua

Pada pertemuan kedua Pesantren Ramadhan ini peserta belajar tentang dua sifat utama Nabi, yaitu sifat amanah dan sifat tabligh. Apa itu maknanya, di bawah ini akan dipaparkan proses dan hasil dari pelatihan tersebut. Waktunya dimulai pukul 14.00 WIB dan berakhir pada pukul 16.00 WIB.

Karakter Terpercaya (Sifat Amanah)

Setelah mempelajari sifat shiddiq (jujur), peserta balajar sifat Nabi kedua yaitu Sifat Amanah atau terpercaya. Sesi ini dimulai dengan permainan “menuntun orang buta”. Peserta dibagi menjadi beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari dua orang, orang pertama memerankan sebagai orang buta dengan menutup mata memakai selendang. Orang kedua memerankan sebagai penuntun bagaimana caranya berjalan dengan selamat. Si buta akan berjalan dari tempat belajar sampai ke jalan, di temani oleh penuntunnya. Syaratnya si penuntun dilarang memegang si buta,hanya boleh mengasih arah jalan yang benar lewat berbicara,jangan sampai ketika kembali ke tempat si buta jatuh atau celaka.

Acara menuntun orang buta sudah selesai. Sebagian telah cepat sampai tujuan, dan sebagian lainnya lambat. Pengalaman ini direfleksikan setelah mereka masuk ruang belajar.

Arti amanah adalah terpercaya. Amanah mengandung unsur pasrah. Menapa demikian? Karena si buta tidak bisa melihat, otomatis ia harus mengikuti setiap arah yang diberikan oleh penuntun. Dari permainan tersebut kita belajar bahwa kita perlu bertanggung jawab atas amanah yang diberikan kepada kita. Selain tanggungjawab, amanah juga mengandung makna rasa bersama, rasa memiliki dan tanggung jawab terhadap hal yang ada di luar diri kita. Hal di luar diri kita itu seperti orang tua, lingkungan, benda atau uang, hewan, dan lain-lain.

Karakter Transformatif (Sifat Tabligh)

Sifat tabligh berarti menyampaikan atau mengubah. Tabligh dapat dimaknai sebagai menyampaikan secara lisan, misalnya menyampaikan berita kepada orang lain. Kata tabligh berasal dari kata balagha, artinya sampai. Untuk memahami lebih mendalam, peserta diajak bermain terlebih dahulu, yaitu permainan “dream chatcher” atau meraih mimpi.

Peserta dibagi menjadi tiga kelompok,  setiap kelompok terdiri dari lima orang. Siapkan mangkok karet atau gelas kemudian letakkan di depan. Kemudian setiap kelompok diberi kertas dan mereka harus menulis sebuah keinginan seperti apa kampung yang mereka inginkan. Setelah ditulis, mereka harus melipat kertas tersebut dan meletakkannya di mangkok/gelas tadi. Lalu setiap kelompok diberi waktu untuk berdiskusi bagaimana caranya mengambil kertas tersebut dengan jarak lima lantai tanpa menyentuh lantainya. Tentunya tidak mudah karena beberapa kali gagal dan pada akhirnya bisa.

Permainan ini memberi pelajaran berharga mengenai sifat tabligh atau menyampaikan dan mengubah. Untuk mengubah keadaan, misalnya kampung yang kita inginkan, pelajaran pertama harus ada kesepakatan tujuan, kedua harus ada musyawarah tentang strategi mencapainya, ketiga harus ada pembagian kerja yang tepat antar tim, keempat harus ada kerjasama dan kelima harus membaca kemungkinan yang buruk sebagai resiko yang harus diambil.

Sifat tabligh Nabi tidak sesederhana yang dimaknai selama ini, yaitu menyampaikan pesan dengan ceramah. Tabligh adalah menyampaikan niat meraih tujuan perbaikan keadaan. Tentu saja ini membutuhkan kerjasama tim dan strategi yang baik. Itulah yang dilakukan oleh para Nabi pemimpin perubahan masyarakat.

Pertemuan Ketiga

Pertemuan ketiga ini adalah pertemuan terakhir untuk membahas sifat Nabi. Agendanya ada dua, yaitu memahami sifat pembelajar Nabi (fathonah). Setela itu ada refleksi mengenai empat sifat Nabi sebagai karakter utama memimpin perubahan dalam masyarakat.

Karakter Pembelajar (Sifat Fathonah)

Sifat fathonah berarti cerdas. Orang yang cerdas akan selalu belajar dari pengalaman, sehingga memiliki pengetahuan untuk mengembangkan usaha. Selain itu orang cerdas tidak akan terjatuh dalam lubang yang sama ketika melaukan kesalahan.

Sesi ini dimulai dengan permainan “mind master”. Peserta dibagi menjadi dua kelompok, tiap kelompok terdiri dari lima orang. Aturan permainannya: berjalan menuju sebuah tempat tanpa peta. Mereka harus melalui 12 petak lantai, berderet tiga sampai empat petak kedepan, dimana ada lantai yang salah dan ada yang benar. Saat melangkah, peserta tidak boleh berdiskusi, tidak boleh berbicara satu sama  lain.

Mereka bersiap di garis luar, dan segera memulai saat waktu ditetapkan. Pemimpin yang di depan akan bergantian. Ketika lantai yang kita langkahi itu salah, petugas akan berbicara “salah!”, dan peserta lalu mundur ketempat semula. Pemimpin berganti orang, dan mengulanginya lagi sambil mengingat mana lantai yang sudah kita langkahi yang salah dan mana lantai yang benar sudah kita langkahi benar untuk mempermudah menuju tempat tujuan. Jika lantai yang kita langkahi benar, petugas akan diam dan peserta tetap lanjut berjalan, karena yang megang peta adalah petugas.

Permainan ini tentu tidak mudah. Peserta beberapa kali salah dan mengulanginnya kembali sampai benar. Apa pelajaran yang dapat diambil dari permainan ini? Apa kaitannya dengan sifat fathonah, cerdas pembelajar?

Pelajarannya, pertama harus mengingat tentang yang salah dan yang benar. Kedua, harus menghindari pengalaman yang salah. Ketiga, harus “membaca”, mengambil dan memutuskan “kemungkinan” yang benar. Karena tanpa mencoba, kita tidak akan tahu salah atau benarnya. Satu-satunya cara adalah mencoba, tidak tahu apakah nanti salah atau benar. Jika salah, kita bisa memperbaikinya.

Hal ini sesuai dengan pengalaman penulis sendiri. Saya mengambil gambar “henna” dari akun Facebook. Kemudian saya mempraktekannya di tangan saya sendiri. Sebelum mulai menggambar, saya lihat dulu gambarnya. Saya berpikir “takut salah, jangan-jangan nanti kebesaran, atau kekecilan, tidak pas penempatannya”. Tetapi walaupun pikiran saya seperti itu, saya tetap mencoba menggambarnya. Entah nanti bagaimana hasilnya, itu pelajaran buat saya sendiri. Dan hasilnya seperti yang dipikirkan, yang di contoh gambar bunganya kecil, tetapi saya menggambarnya dengan ukuran besar. Dari pengalaman tersebut saya bisa belajar dari kesalahan, lalu “belajar lagi, mencoba lagi, memperbaiki lagi”, sampai berhasil.

Bagaimana dengan pengalaman Nabi? Nabi-nabi adalah manusia pembelajar. Mereka adalah pemimpin perubahan pada masyarakatnya. Nabi Muhammad merupakan pembelajar sejak masa kecil. Beliau sangat teliti dengan berbagai peristiwa, mengambil pelajaran dari setiap masalah di masyarakatnya, sehingga keputusan-keputusannya sangat tepat. Di masa kecil Nabi sering ikut menggembala, beliau belajar bagaimana menata kesabaran dari mempelajari sifat binatang ternak. Nabi juga sangat pembelajar saat di pasar, sehingga dagangan beliau laku keras dan sangat disukai oleh pembeli. Beliau juga hapal dengan pelanggan, baik suku, adat budaya, dan bagaimana berkomunikasi dengan mereka.

Di masa remaja, Nabi bahkan pernah dipercaya untuk menjadi penengah dalam sengketa masyarakat soal renovasi pembangunan Ka’bah. Semua ini dimungkinkan karena Nabi Muhammad adalah manusia pembelajar yang sangat baik. Pada masa kenabian dan kerasulan, Nabi selalu mempelajari masalah masyarakat dengan baik. Nabi mengajak musyawarah jika ada masalah, baik dalam keluarga, maupun di masyarakat. Tidak jarang Nabi mengalami kesulitan, namun Nabi mengambil keputusan setelah mendapatkan keyakinan. Kadang-kadang ada wahyu yang membimbing secara langsung untuk mengambil keputusan jangka panjang yang tepat. 

Refleksi Sifat Empat Nabi sebagai Karakter Kepimpinan untuk Perubahan Sosial

Sebagaimana sudah dipelajari dalam tiga kali pertemuan, ada empat sifat Nabi yaitu sifat shidiq atau jujur, sifat amanah atau terpercaya, kemudian sifat tabligh atau menyampaikan atau mengubah, dan terakhir sifat fathonah atau cerdas dan pembelajar dari pengalaman. Sifat-sifat ini selalu dimiliki oleh para Nabi, oleh karena itu disebut sifat yang pasti ada, atau istilahnya Sifat Wajib.

Untuk memperjelas sifat yang selalu menjadi senjata para Nabi dalam berjuang, para ulama menegaskan ketidakmungkinan nabi-nabi bersifat sebaliknya. Nabi tidak mungkin bersifat pembohong (kidzib), tidak jujur. Nabi juga tidak mungkin bersifat suka mencederai janji (khiyanat) dan tidak amanah. Demikianpun nabi tidak mungkin bersifat suka menyembunyikan (kitm) dan tidak tabligh, juga tidak mungkin Nabi itu tambeng tidak mau belajar (baladah), meninggalkan fathonah. Sifat-sifat yang tidak mungkin dimiliki dan digunakan Nabi ini disebut Sifat Mustahil atau Sifat Muhal. 

Pengalaman para siswa Sekolah Alam Wangsakerta dapat dianalisa dengan sifat-sifat Nabi. Kami sudah melakukan “tabligh” menyampaikan atau mengubah dalam hal pengelolaan sampah.  Kami mengangkut sampah sekali dalam seminggu dalam tiga tahun ini. Kami ingin tempat kami  Dusun Karangdawa bersih dari sampah. Sampah yang berserakan di pinggir jalan karena masyarakat  membuangnya secara sembarangan di selokan.

Keinginan seperti itu tentunya butuh “melakukan” kegiatan, itu kami lakukan. Kami menyampaikan atau bersosialisasi bahwa akan ada pengangkutan sampah di dusun kami. Kami memulai di satu RT dulu karena tenaga orangnya kurang. Sosialisasi ini tentu tidak mudah, karena ada sebagian warga yang sampahnya diangkut, ada sebagian lainnya tidak.

Dari ajakan kami, perubahan sudah ada sedikit demi sedikit. Namun setelah dipikirkan, perubahan itu masih sangat perlahan. Hal ini kami rasa masih kurang pada pelaksanaan sifat fathonah (belajar). Kami harus belajar lagi bagaimana caranya merangkul warga yang sampahnya tidak diangkut.

Bagaimana dengan contoh-contoh dari Rasulullah saat memimpin masyarakat untuk berubah selama di Makah dan berlanjut di Madinah? Nabi melakukan dakwah, mempimpin perubahan di Makah selama 10 tahun. Di awal-awal tahun mengajak masyarakat, banyak pemimpin masyarakat yang tidak setuju, bahkan membenci Nabi. Mereka merasa takut adat istiadat berubah dan status quo dimasalahkan. Mereka telah menikmat ketidakadilan, ketidaksetaraan antar golongan dan jenis kelamin, mereka menikmati cara hidup yang menindas  orang lain. Perubahan yang ditawarkan Nabi menakutkan mereka.

Kekhawatiran itu menjadi kebencian itu, dan meningkat menjadi gangguan-gangguan dan kejahatan-kejahatan untuk menghentikan misi Nabi.  Para budak dan masyarakat kelas rendah pengikut nabi ditindas. Bilal disiksa oleh majikannya. Amar bin Yasir disiksa, dan dipaksa menyaksikan penganiayaan terhadap ayah dan ibunya sampai meninggal. Nabi sendiri dilempari kotoran, diusir dan dilempari batu saat mencari perlindungan di daerah Thaif sampai terluka. Zaid bin Haritsah, pembantu dan pengikut setianya, yang menolongnya.

Saat gangguan ini tidak dapat dihindari, maka Nabi mendapat perintah untuk mengungsi/hijrah. Golongan sahabat awal mengungsi ke Ethiopia. Golongan terakhir adalah lebihannya, dan tujuannya adalah ke Yatsrib. Saat mempersiapkan ke Yatsrib ini, salah satu pengikut setia, masih muda, dan cerdas, bernama Mas’ad bin Umar manjadi utusan Nabi menemui para pemimpin Yatsrib di suatu tempat bernama Hudaibiya. Di sini sistem delegasi dilakukan oleh Nabi, membangun rasa percaya dan komitmen dengan kelompok Yatsrib dikelola.

Nabi merupakan pengungsi terakhir, ditemani hanya oleh Abu Bakr, sahabat setia yang selalu mempercayai Nabi sejak masih muda. Setelah menyelinap, berangkat ke Yatsrib, menghindari dari kejaran utusan orang Makkah, Nabi sampai ke Yastrib dalam waktu 14 hari. Sampai di Yastrib, kehidupan baru dimulai. Bagaimana cara mengatur kehidupan antar pendatang dengan penduduk asli tanpa secara damai dan dapat mengelola konflik yang nyamana.

Tidak mudah untuk mengelola masyarakat baru, bercampur antara pendudukn asli dan pendatang yang berjumlah lebih kurang 150 orang. Nabi sendiri bukan asli Yasrib, namun menjadi bagian dari pendatang. Di sini pemikiran berjalan sangat kuat menghadapi kasus demi kasus. Banyak yang menawarkan tumpangan untuk menginap, namun Nabi sangat tepat memilih dengan perantara onta Khuswa sampai onta ini mau istirahat. Onta akan memilih tempat yang relatif sejuk dan mengandung air. Lalu di mana para sahabat pengungsi mau tinggal? Dalam musyawarah, ditawarkan tumpangan, satu keluarga penduduk asli menampung satu orang pengungsi. Lalu bagaimana mereka akan bekerja untuk kehidupan sehari-hari, orang-orang Makkah yang ahli dagang disediakan pasar untuk kehidupan mereka.

Masyarakat semakin stabil, dan dibuat perjanjian antar kelompok keluarga mengenai aturan bersama. Kota semakin tertip hukum dan beradab, yang membuat Yatsrib diganti nama dengan sebutan Madinah, artinya adalah kota yang beradab. Aturan ini dikenal dengan Perjanjian Madinah ditandatangani oleh wakil-wakil kelompok, baik dari muslim Makkah, muslim Madinah, suku-suku Yahudi, dan suku-suku Badui yang tinggal di Madinah. Isi perjanjian adalah ikatan saling percaya, saling bersaudara, saling mengasihi dan saling melindungi seia sekata sebagai warga kota.

Demikian kepemimpinan Nabi secara singkat dalam pesantren Ramadhan Sekolah Alam Wangsakerta. Upaya pendalaman akan terus dilakukan seiring dengan perkembangan masalah dan kebutuhan.[]

*) murid sekolah alam wangsakerta


Bagikan

- Kembali ke Arsip Catatan Lapangan 2017 - 2021

Kontak

Informasi lebih lanjut

yayasan.wangsakerta@gmail.com

Jl. Jeunjing RT 06/RW 01 Dusun Karangdawa, Desa Setu Patok, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon 45145

Formulir Kontak

Yayasan Wangsakerta
Yayasan Wangsakerta

Mewujudkan masyarakat yang cukup pangan, cukup energi, cukup informasi, dan mampu menentukan diri sendiri.

Profil

Siapa Kami

Ngenger - Sekolah Alam

© 2022 - 2024 Yayasan Wangsakerta. All rights reserved. Design by Studiofru