Yayasan Wangsakerta
Yayasan Wangsakerta
Strategi UmumCatatan LapanganNgengerJelajah EnsiklopediaDonasi
kontak

Menakar kedaulatan dan ketahanan pangan kita (sebuah review)

Oleh: Syamsul Ibu Fajar*

Judul Asli: Food Regimes and Agrarian Questions
Penulis: Philip McMichael
Penerjemah: Nurhady Sirimorok
Penyunting Ahli: Francis Wahono
Penyunting: Marsen Sinaga dan Achmad Choirudin
Perjawahan Isi: Damar N. Sosodoro
Ilustrasi Sampul: Andi Bhatara
Dimensi: 342 halaman/14 x 20 cm
ISBN: 978-602-0857-93-0
Cetakan pertama, Agustus 2020

Buku ini ditulis oleh Philip Mc Michael, dan dialihbahasakan ke Bahasa Indonesia oleh Nurhady Sirimorok, Marsen Sinaga, Achmad Choirudin, serta Laksmi A Savitri sebagai koordinator penerbit. Penerbitnya adalah Insist Press Yogyakarta, yang secara khusus, publikasi naskah buku ini ditujukan sebagai bagian dari serial kajian masalah petani dan perubahan agraria di dunia. Pada bagian awal, penulis memaparkan perkenalan awal terhadap konteks utama pembahasan soal rezim pangan, meliputi: analisis rezim pangan, watak, metode, karakteristiknya sampai pada satu pertanyaan mendasar bagaimana sesungguhnya dunia pasca rezim pangan itu sendiri.

Buku ini berfokus pada rezim pangan dan masalah agraria, namun sebenarnya lebih dominan menjelaskan rezim pangan dibandingkan masalah agraria, dan buku ini memberikan ulasan yang cukup baik bahwa pangan sebenarnya tidak hanya membicarakan sebuah kebendaan; komoditi, dan tidak hanya membicarakan ini beras, jagung, dan lain-lain, tetapi mengutip kata-kata dari Philip McMichael, “sesungguhnya kita sedang bicara soal politik yang berhubungan dengan pangan.”

Proyek rezim pangan. Apa yang menjadi landasan utama bagi pengenalan dasar terkait rezim pangan, oleh buku ini dipaparkan sebagaimana berikut:

“Rezim pangan awal berporos pada ketegangan antara sistem kolonial dan kebangkitan bangsa bangsa merdeka. Maka demikian pula, rezim pangan korporat berporos pada ketegangan antara dua hal yaitu petani pangan yang berorientasi ekspor (atau dalam istilah lain: pertanian tanpa petani) dan pertanian berorientasi pasar lokal yang dikerjakan oleh kebanyakan petani. Dalam kerangka teritorial, ketegangan ini utamanya berlangsung antara dua poros yaitu bentuk-bentuk integrasi tradisional ranah produsen dan konsumen, yang semakin ditentukan oleh standarisasi pangan (yang diproduksi secara monokultur dan inputnya berasal dari belahan dunia lain), dengan sistem sistem hayati kawasan atau bioregional dan pangan lokal yang berusaha memangkas jarak antara produsen dan konsumen (Halaman 26).

Dari pemaparan tersebut, rezim pangan awal menggarisbawahi suatu ketegangan yang terjadi antar sistem pertanian yang berorientasi pada pasar ekspor-impor dengan sistem pertanian lokal yang berorientasi pada tercukupinya kebutuhan pangan di tingkat lokal atau teritorial. Sementara itu, mengenai apa yang dikategorikan sebagai sistem pangan lokal inilah yang menjadi dasar perjuangan gerakan kedaulatan pangan di banyak tempat di dunia. 

Hal itu diterangkan lebih lanjut oleh penulis buku bahwa, “sistem pangan lokal menjadi tujuan bagi gerakan kedaulatan pangan, bersama seruan mereka untuk memperkecil skala sistem pangan agar dapat dikendalikan secara demokratis serta menciptakan menu dan praktik ekologis yang cocok dengan catatan bahwa penurunan skala ini menekankan kekhasan berbagi ekosistem pertanian (Halaman 27)

Bentuk bentuk historis rezim pangan. Di bagian bentuk-bentuk historis rezim pangan ini ada tiga pembahasan yaitu, yang pertama tentang tahap-tahap pra-sejarah dari rezim pangan, bagaimana rezim pangan terbentuk dan terbentuk ulang dari ketiga pembahasan tersebut dapat kita simpulkan, sebagaimana yang dipaparkan pada buku ini:

”..Pemenuhan pangan di dua rezim pangan mengambil bentuk yang agak berbeda. Pada periode rezim pangan pertama, proses industrialisasi di Inggris dan Eropa semakin digerakan oleh ekspor biji-bijian murals dari kawasan sub-tropis dan daging dari dunia baru. Proses ini diorganisir dalam bentuk akumulasi ekstensif yang diarahkan untuk menjaga agar upah industrial tetap rendah. Krisis dialami rezim ini dalam wujud ausnya lahan-lahan di wilayah rintisan dan depresi ekonomi secara umum menjelang perang dunia ke dua telah merangsang peralihan ke sebuah bentuk akumulasi intensif yang berpusat pada industri pangan dan sabuk pertanian yang orientasi ekspor di Amerika Serikat krisis pangan akibat inflasi yang terjadi karena terbukanya blok Soviet bagi biji bijian Amerika Serikat pada 1972-1973, berlangsung sepakat dengan krisis akumulasi secara umum serta kekhawatiran baru akan terjadinya kelaparan dunia” ( halaman 61)

Rezim pangan korporat. Arti kata  korporat menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) yaitu bersifat atau berkaitan dengan korporasi; berbadan hukum. Di bab ini tidak hanya membahas soal korporatnya saja tapi membahas tentang rezim pangan korporat, di mana di dalamnya juga ada tiga pembahasan yaitu tentang rezim pangan ketiga, rezim pangan korporat dan kedaulatan pangan. 

Dari ketiga pembahasan tersebut, saya mendapatkan kesimpulan dari buku ini sendiri, kesimpulan tersebut berisi tentang…“ Proses proses rezim pangan korporat sementara dua rezim pertama berporos pada negara ada yang didukung mata uang internasional dan kekuatan militer, rezim pangan ketiga menampilkan hegemoni (pengaruh kepemimpinan) korporasi yang didukung oleh aturan aturan keuangan internasional dan multilateral (sebutan sebuah hubungan internasional yang melakukan kerja sama antara beberapa negara) Stabilitas masing masing rezim berstandar pada variasi gabungan unsur paksaan dan persetujuan, seturut dinamika akumulasi tertentu dalam penyediaan pangan murah. 

Di bawah rezim pangan korporat, pangan murah bergantung pada penyatuan biji-bijian atlantik utara dan buah buahan, sayuran, dan hasil laut negara negara selatan kedalam suatu pembagian kerja pertanian secara internasional yang digerakan oleh rantai pasokan berbasis korporasi transional (hubungan antar perusahaan), dimana hubungan hubungan dengan tunduk pada kebijakan kebijakan penyesuaian struktural dari lembaga lembaga keuangan internasional dan protokol protokol WTO ( halaman 91).

Rezim pangan dan masalah agraria. Kendati buku ini berjudul rezim pangan dan masalah agraria, namun menurut saya untuk buku ini lebih dominan menjelaskan tentang rezim pangan dibandingkan masalah agraria dan untuk masalah agraria sendiri baru saya temukan di bab keempat ini. Untuk pembahasan di bab ini sendiri ada lima macam topik yang dibahas yaitu diantaranya perumusan ulang agraria, masalah agraria di dalam rezim pangan masalah agraria atau krisis agraria, membalikan politik masalah agraria dan yang terakhir tentang masalah agraria terkait pangan. 

Dari kelima pembahasan tersebut saya mendapatkan kesimpulannya yang ditulis dalam buku ini sendiri, kesimpulan tersebut berisi tentang ;  

“Gagasan mengenai masalah agraria terkait pangan menggemakan perhatian gerakan kedaulatan pangan untuk menjadikan keamanan pangan berbasis pasar bukan sebagai sesuatu yang bersifat alamiah, juga untuk meletakan relasi-relasi pangan dalam praktik praktik ekologis yang terorganisir secara demokratis. Rumusan ini bukan sekedar tentang pangan atau gerakan petani. Gerakan kedaulatan pangan secara mendasar mengubah cara kita berpikir tentang kemungkinan kemungkinan bagi masa depan yang berkelanjutan secara sosial dan ekologis. Bukan sekedar gerakan tentang pangan gerakan ini mengajukan klaim lebih besar tentang peradaban karena mendalamnya kordinasi kordinasi yang disebabkan oleh rezim pangan Gerakan ini menjadikan kondisi agraria sebagai masalah politis dalam kaitannya dengan struktur sosial yang menyokong akumulasi kapitalis. Jika kita  melihat dinamika ini hanya melalui kacamata kapital, relasi relasi pangan dan ekologis yang mendasar akan dianggap tidak berhubungan atau tidak terlihat sama sekali maka dari itu dibutuhkan suara dari gerakan petani kecil dan buruh tani untuk merumuskan masalah agraria yang lebih kompleks mengenai krisis kapitalisme kontemporer, juga untuk mengajukan jalur ontologis alternatif   (Halaman 131)

Rumusan ulang dari rezim pangan.  Di rumusan ulang rezim pangan pada buku ini membahas tentang analisis rezim pangan tingkat kawasan dan relasi-relasi rezim pangan, dapat disimpulkan pada dua pembahasan tersebut, bahwa konsep rezim pangan adalah suatu bentuk metode historis.

Metode ini dapat digunakan dengan berbagai cara untuk menjelaskan proses lokal, nasional, regional, dan global yang digerakkan oleh dinamika rezim pangan baik secara umum maupun pada periode periode tertentu yang seluruh nya cenderung bersifat komoditi Pada awalnya, proyek rezim analisi rezim pangan berupaya memetakan keterkaitan antara sistem negara dan sirkuit pangan internasional yang berlangsung dalam tatanan dunia tertentu. Tetapi kini proyek ini menghadirkan rumusan rumusan baru yang memperkaya dan melebarkan cakupannya, mengungkap yang tadinya terbungkam dan menimbang dimensi dimensi yang baru muncul (Halaman 171)

Krisis dan restrukturisasi. Di bab krisis dan restrukturisasi ini di pembahasan pertamanya cukup menarik yang di mana membahas tentang krisis tetapi di sini ditanyakan kembali krisis yang mana lalu di pembahasan yang keduanya tentang krisis akumulasi kapital, pada pembahasan berikutnya tentang restrukturisasi rezim pangan korporat, wilayah rintisan kapital dan yang terakhir merkantilisme keamanan pertanian. 

Dari pembahasan pembahasan tersebut terdapat kesimpulan bahwa, ”Negara-negara utara kehilangan posisi sentral dalam mengolah dan menguasai rezim pangan/bahan bakar tidak hanya karena tentang G20 (Group of Twenty, kelompok yang terdiri 19 negara dengan perekonomian besar di dunia ditambah dengan Uni Eropa) terhadap aturan aturan WTO dan menjamurnya ekspor hasil pertanian dari negara negara selatan, tapi juga karena negara negara tertentu khususnya negara negara asia dan MENA melanggar multilateralisme WTO dengan secara langsung mengendalikan pasokan hasil-hasil pertanian Pencaplokan lahan skala besar melahirkan ruang untuk melambangkan bentuk bentuk tata kelola semi pemerintah (parastatal) dan swasta Pendapat dari via campesina bahwa Bisa dikatakan bahwa perkembangan baru ini menandai peralihan dan penggerakan pangan secara besar besaran menuju fenomena yang menyertainya, yaitu pergerakan kapital secara besar besaran di seluruh dunia yang memaksa meningkatnya mobilitas penduduk (Hataman 204)

Rezim pangan dan relasi nilai. Ini adalah bab terakhir dari buku ini dan di bab terakhir buku ini akan membahas tentang relasi relasi nilai, meninjau ulang masalah agraria, produksi sosial versus reproduksi kapital, pembentukan kembali kaum tani: menilai ulang masalah agraria, kedaulatan pangan dan terakhir tentang perluasan skala. Dari ke enam pembahasan tersebut saya menemukan kesimpulan nya yaitu sebagaimana berikut seperti yang dicantumkan dalam buku ini: Membongkar secara politis penundukan secara epistemik terhadap relasi nilai dalam rezim pangan membuka kemungkinan akan nilai-nilai alternatif

Bab terakhir ini memetakan seperti berikut, “Gerakan kedaulatan pangan berkembang dan membesar menjadi praktik praktik yang menjalankan memuliakan dan mengembangkan nilai nilai  yang mendukung relasi relasi yang positif dalam produksi sosial dan ekologis, sebagai tandingan terhadap kecenderungan pemiskinan produksi di bawah kapitalisme maka bisa dikatakan bahwa rezim pangan korporat melahirkan suatu kontradiksi, ketegangan antara alur berpikir abstrak dalam industrialisasi pertanian (produk pangan/bahan bakar dari antah berantah) dan bentuk bentuk pertanian ekologi berbasis ruang (pangan dari tempat tertentu) yang didukung oleh politik kedaulatan pangan suatu politik modernisasi yang muncul dari moral ekonomi global. Yang artinya, gerakan kedaulatan pangan merupakan reaksi terhadap proyek neoliberal, sekaligus sebuah antologi politik alternatif dan formatif suatu gerakan yang mengembangkan nilai nilai yang bertolak belakang dengan kapital yang cenderung melipatgandakan diri dengan segala cara (Halaman 245)

Pelajaran menarik setelah membaca sekaligus mendiskusikan buku ini adalah tidak hanya menuju untuk orang kuliahan saja meskipun pada praktek membaca buku ini jika tidak dalam kajian agraria butuh usaha lebih keras dan memahaminya, tapi niat dari penulis sebenarnya ingin menyediakan buku bacaan yang aksesibel atau kredibel yang bisa dibaca oleh pegiat agraria dan banyak orang. Satu hal yang menjadi penting pada buku ini, suatu upaya besar Philip Mc Michael untuk menjelaskan bahwa kita pada hari ini berada di situasi di mana sulit bagi kita untuk melihat jalan keluar pilihan pangan apakah kita sudah berdikari mandiri atau tanpa disadari kita disuguhi dengan makanan-makanan yang diproduksi dari jauh tetapi kita tidak tahu siapa yang memproduksi, dan dimana diproduksinya.[]

*) Muhammad Isyam adalah siswa program Ngenger 2021 di Wangsakerta. Ia ikut belajar di Sekolah Alam Wangsakerta ditengah kesibukannya mengikuti kelas online SMUN 8 Jakarta


Bagikan

- Kembali ke Arsip Catatan Lapangan 2017 - 2021

Kontak

Informasi lebih lanjut

yayasan.wangsakerta@gmail.com

Jl. Jeunjing RT 06/RW 01 Dusun Karangdawa, Desa Setu Patok, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon 45145

Formulir Kontak

Yayasan Wangsakerta
Yayasan Wangsakerta

Mewujudkan masyarakat yang cukup pangan, cukup energi, cukup informasi, dan mampu menentukan diri sendiri.

Profil

Siapa Kami

Ngenger - Sekolah Alam

© 2022 - 2024 Yayasan Wangsakerta. All rights reserved. Design by Studiofru