Kerasnya Hidup Tidak Membuat Aku Menyerah Dalam Menggapai Impian
Oleh: Admani
Wangsakerta – Kami adalah murid-murid Sekolah Alam Wangsakerta yang terletak di Desa Setu Patok Kota Cirebon Provinsi Jawa Barat. Kami berkeinginan untuk menjadi pemain sepak bola. Kami semua menabung untuk membeli sepatu sepak bola karena kami adalah orang yang kurang mampu. Untuk itu kami ingin belajar mandiri dan tidak bergantung kepada siapun termasuk kepada kedua orang tua kami.
Kebanyakan warga di kampaung kami berprofesi menjadi pedagang cowet, jadi kami manfaatkan itu untuk mencari uang. Uang yang kami dapat kami simpan (tabung) untuk bembeli sepatu bola. Kami sering diberi tawaran oleh pedagang cowet untuk menggnrida (menghaluskan) dan mencuci cowetnya, dengan jumlah yang lumayan banyak, yaitu sekitar 200 buah cowet.
Untuk menghaluskan 200 buah cowet tersebut terkadang membutuhkan tiga sampai empat orang. Biasanya yang bekerja untuk menghaluskan cowet tersebut adalah saya, Admani dan tiga teman saya yang bernama Jani, Suher dan Anwar. Kegiatan menghaluskan 200 buah cowet dengan empat tenaga kerja biasanya menghabiskan waktu satu hari dan kami mendapat upah 200.000 rupiah. Uang itu kami bagi untuk empat orang, memang bukan jumlah yang besar.
Namun demikian kami tidak pernah putus asa, pantang menyerah atau mengeluh. Kami bersyukur masih bisa mendapatkan uang dari hasil keringat sendiri. Kami lakukan itu untuk bisa menggapai cita-cita yang kami impikan, yaitu menjadi pemain sepak bola profesional.
Selain itu saya mencari penghasilan yang lainnya untuk ditabung, tujuannya sama yaitu hanya untuk membeli sebuah sepatu sepak bola. Pada suatu hari saya sedang bermain di rumah Ibu Tini. Ia meminta saya untuk mencari tanah dekat pohon bambu yang akan digunakan sebagai media tanam polybag olehnya. Sayapun mengiyakan tanda setuju. “ntar kamu dikasih uang jajan” kata bu Tini. “Butuh berapa karung bu?”, tanya saya. “empat karung aja man”, ipun menjawab dan aku membalasnya dengan OKE.
Hari sudah menjelang pagi, saya pun langsung bersiap-siap untuk pergi mencari tanah pesanan bu Tini. Kebetulan pada pagi hari itu cuacanya sedang gerimis. Gerimisnya lumayan berlangsung lama sampai jam 10:00 WIB. Namun saya tidak putus asa, gerimis itu tidak menghentikan semangat saya untuk tetap mencari tanah pesanan bu Tini. Saya tidak mengeluh, dalam hati saya berucap harus bisa mendapatakan empat karung tanah pesanan itu, karena dari situ saya bisa mendapatkan uang yang akan saya simpan dalam celenganku untuk bisa membeli sepatu bola. Impianku itu menjadi penyemangat untuk terus berjuang.
Saat itupun saya mulai berangkat dengan penuh keyakinan. Saya berjalan melangkah menuju tempat yang akan saya ambil tanahnya, dimana jaraknya dari rumah saya ketempat itu sekitar 6oo meter. Akhirnya saya sampai disitu dan langsung mencangkul tanah tersebut, sehingga menimbulkan bunyi seperti ini cruk,cruk,cruk. Sudah lumayan lama saya mencangkul, akhirnya pun saya mendapatkan empat karung tanah pesenan Bu Tini. Disitu saya istrirahat terlebih dahulu, setelahnya saya langsung mengantarkan empat karung tanah itu dengan cara meminjem motor Uwa saya. Saya angkat dua karung tanah ke motor, setelah itu saya jalan bremm,bremmm, bremmmm, sripiiiiit saya pun sampai di rumah Bu Tini, terus saya balik lagi untuk mengambil dua karung yang tadi saya tinggal di tempat tadi. Saya angkut ke motor terus saya jalan lagi bremmm,bremmmm sripit saya pun sampai di rumah Bu Tini.
Saya berucap kepada Bu Tini “Bu, ini tanah nya sudah siap?” Bu Tini Menjawab “ok terimakasih ini uang jajannya”, saya menjawab “iya Bu sama-sama”, di situpun saya langsung dikasih uang jajan sekitar Rp. 10.000,- saya sangat senang bisa dapat uang dari keringat sendiri. Saya langsung bergegas pulang karena tidak sabar untuk memasukan uang itu ke dalam celengan.
Ini cerita saya kawan, mana cerita kalian?