Yayasan Wangsakerta
Yayasan Wangsakerta
Strategi UmumCatatan LapanganNgengerJelajah EnsiklopediaDonasi
kontak

Bukan sekedar Petani

Oleh : Farida Mahri

Bi Siti (Bibi adalah panggilan Ibu di Kampung Karangdawa, Desa Setu Patok, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon), perempuan baik hati di Karangdawa yang selalu bersedia direpotin oleh saya dan kawan yang sedang belajar tani, kerap bertanya kepada saya “kenapa si bu jadi Tani, wong kita malah pingin ora tani, pegel?” katanya dengan wajah heran. Saya bisanya tertawa saja ditanyain begitu sambil jawab “ya lagi belajar Bi, pingin ngerasain nanam, dan makan dari hasil tangan sendiri”.

18194240_10154968335065743_6725660256045651302_n

Dilain waktu ada juga teman yang menanyakan, “lu serius Da, tani, apa gak mati tuh tanaman”, juga pernyataan “oh Tani, ibuku juga senang menanam” Hmmm, tentu banyak orang yang tidak menyangka saya mau menjadi petani. Saya orang kota, meskipun besar di kota kecil Cikarang. Bapak dan ibu juga kakek dan nenek adalah pedagang. Saya orang yang tidak suka kegiatan menanam, dan takut cacing. Mengapa mau Tani?

Bagi saya menjadi petani saat ini, bukanlah soal suka atau tidak suka, tetapi ini sudah kewajiban. Apa jadinya kalau kita tidak peduli pertanian dan semakin jarang orang Indonesia mau menjadi petani. Apakah kita mau makan-makanan impor? belum lagi, apakah kita mau dijejali makanan tidak sehat penuh kimia yang mengakibatkan berbagai macam penyakit? apa jadinya jia tanah2 dibiarkan meranggas atau hanya jadi beton2, bukankah kita mengundang udara panas maupun kebanjiran di saat hujan? Bukankah kita sudah banyak belajar atas apa yang terjadi pada manusia dan alam sekarang ini karena kita hanya peduli memakan tanpa peduli menanam.

Apakah Petani hanya sekedar soal menanam? soal keuntungan materi? hmm tentu tidak, petani pun menjadi orang yang serakah sama seperti profesi lainnya, jika dia hanya memikirkan keuntungan materi dari apa yang ditanamnya. Bukankah kita sudah melihat tanah-tanah yang rusak karena petani tidak peduli dengan kesehatan tanahnya, tidak peduli dengan hewan-hewan yang hidup ditanahnya atau disekitarnya yang mampu memberi nutrisi pada tanah dan tanaman.

Mungkin memang harus mejadi “Gila” seperti kata pak Sutri Yono (ahli pertanian dari Banyumas), untuk sampai pada kesadaran kembali ke alam. Tetapi saya belum cukup gila seperti guru2 saya yang rela keliling kampung untuk mengajar, mendorong orang-orang tua dan muda untuk kembali peduli dengan pertanian bahkan kadang tanpa bayaran sekalipun, demi kehidupan yang lebih baik.

Jadi kembali kepada pertanyaan Bibi, meski saya tidak dapat menjelaskan padanya secara panjang lebar karena kurangnya kemampuan saya untuk bicara dan karena Bibi tidak punya akun FB, semoga Bibi percaya pada tindakan saya dan kawan-kawan, untuk bertani, menjadi penerusnya.

Cirebon 02052017


Bagikan

- Kembali ke Arsip Catatan Lapangan 2017 - 2021

Kontak

Informasi lebih lanjut

yayasan.wangsakerta@gmail.com

Jl. Jeunjing RT 06/RW 01 Dusun Karangdawa, Desa Setu Patok, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon 45145

Formulir Kontak

Yayasan Wangsakerta
Yayasan Wangsakerta

Mewujudkan masyarakat yang cukup pangan, cukup energi, cukup informasi, dan mampu menentukan diri sendiri.

Profil

Siapa Kami

Ngenger - Sekolah Alam

© 2022 - 2024 Yayasan Wangsakerta. All rights reserved. Design by Studiofru