Yayasan Wangsakerta
Yayasan Wangsakerta
Strategi UmumCatatan LapanganNgengerJelajah EnsiklopediaDonasi
kontak

Berani tani organik di musim kemarau

Oleh: Muhammad Shobirin

Petani Muda Desa Sampih, Cirebon

Pada musim tanam ke-3 tahun 2020, lokasi Blok Cigaleuh, Desa Sampih Kecamatan Susukanlebak, kemarau melanda. Sawah saya kekurangan air, namun demikian saya tetap bertahan menanam secara organik, meskipun banyak orang mengkhawatirkan kurang berhasil tanpa pupuk kimia.

Berikut catatan tahapan yang saya lakukan mulai dari penyemaian hingga panen.

  1. Tabur benih tanggal 2 Agustus 2020. Banyak padi yang tidak jadi benih, mungkin karena ketika sudah direndam kemudian disimpan di tempat yang agak panas. Benih padi yang kami siapkan adalah Mekongga, benih padi silangan rekan saya petani muda di Majalengka.
  2. Proses macul tanggal 18 Agustus 2020, dilakukan oleh 2 orang dengan biaya ± 150.000 untuk tenaga dan konsumsi.
  3. Dibajak tanggal 20 Agustus 2020, sekaligus ditabur Kohe Ayam sebanyak 30 karung. Luas garapan padi ±125 bata (1 bata=14 Meter), biaya Ngebajak sebesar Rp. 250.000. (ongkos tenaga dan konsumsi)
  4. Masa tanam / tandur tanggal 23 Agustus 2020. Membutuhkan tenaga 4 orang. Biaya ± Rp. 200.000. (biaya tenaga dan konsumsi).
  5. Karena benih padinya kurang, kemudian kami mencari benih di sawah tetangga. Dan akhirnya dapat benih WIDAS. Usia benih agak tua, sekitar 1 bulan, berbeda dengan benih Mekongga hasil nabur sendiri. Benih Mekongga lebih muda (usia benih sekitar 21 hari). Jumlah benih yang kami tanam kira kira 3-5 benih untuk setiap dapuran sawah. Kondisi juga berbeda, Mekongga tanpa menggunakan pupuk kimia, hanya menggunakan Kohe Ayam. Daun benih Mekongga lebih hijau dan lentur (tidak kaku), Sedangkan Widas (kemungkinan) menggunakan pupuk kimia, dan agak pucat/pias warna daunnya (mungkin karena usia benih sudah tua).
  6. Tanggal 29 Agustus 2020, kondisi padi benih Mekongga terlihat pertumbahannya dan baik, sedangkan Widas seolah akan menjatuhkan/mengeringkan daunnya dan kemudian muncul tunas yang baru. Atau mungkin karena kurang air, sehingga ada kemungkinan, tanaman padi itu sakit dulu, sehingga pertumbuhannya tidak maksimal.
  7. Hama, hama yang sampe sekarang menyerang tanaman padi adalah Keong Emas. Alhamdulillah di sawah saya tidak terlalu banyak. Sehingga, dapuran Padi terlihat utuh, kalaupun ada yang dimakan, jumlahnya tidak banyak.
  8. Tanggal 30 Agustus 2020, Waktunya Sore jam 16.30. Saya nyemprot Padi. Hanya menghabiskan dua Tangki Semprot. 1 Tangki 17 Liter. Jenis POC yang di semprot adalah POC yang bahannya dari Kohe Kambing dan Daun lamtoro+peet+air pertentasi 2 minggu (ngambil dari Wangsakerta) harga Rp. 7000/ Liter dan saya pesen 3 liter. POC dengan bahan Air Kelapa, Air Beras dan Peueut. Juga POC dari Buah buahan (Jeruk)+Peueut. Masing masing jenis POC saya pakai 2 Aqua Gelas untuk satu tangki. Terus di tambah peueut sebanyak 5 tutup botol untuk setiap tangki.
  9. Tanggal 5 September 2020, dilakukan penyemprotan ke dua. POC yang di gunakan:
    a. POC dari Kohe Kambing dan daun Lamtoro (1,5 gelas air mineral untuk satu tangki)
    b. POC dari air kelapa dan air beras (350 ml untuk satu tangki)
    c. POC dari buah Jeruk (350 ml untuk satu tangki)
    d. M4 (2 tutup botol untuk satu tangki)
    e. Peueut (3 tutup botol untuk satu tangki).

Usia Padi 14 hari.

Persiapan penyemprotan
  1. Tanggal 10 September 2020 dilakukan penggarokan menggunakan 2 tenaga dengan biaya Rp. 150.000
  2. Tanggl 27 September 2020 dilakukan penyemprotan kembali, engan takaran yang biasa.
  3. Tanggal 29, 30 September, dan 1 Oktober 2020 dilakukan “Pengoyosan/Ngoyos”, dalam rangka membuang rumput. Membutuhkan dan menghabiskan jumlah tenaga 13 Orang. Biaya 13×50.000 = Rp. 650.000.
    Setelah pengoyosan padi terlihat semakin bahagia, tanah kelihatan bersih dan indah. Mungkin karena makanan padi tidak disedot lagi oleh rumput yang ada di sekelilingnya.
  4. Minggu pertama bulan Oktober kami membuat pupuk cair untuk penyemprotan. POC yang berbahan dari Air Kelapa, Air Beras, peueut, EM-4, sekarang di tambah dengan Susu. Susu cair sebanyak 1 Kaleng Harga Rp. 10.000. Ini diharapkan dapat membuat padi lebih siap dalam pembuahan.
  5. Pada usia ± 40 HST ini, padi masih dalam kondisi “Mapag Anak” (Istilah
    petani di daerah kami) , masih dalam tahap memperbanyak anak/Memperbanyak tangkai Padi
  6. Pada usia 40 HST ini masih ada padi yang perkembangannya kurang maksimal. Anakan/batang padi masih belum banyak. Daun juga berwarna agak kekuning-kuningan. Tidak hijau seperti padi yang lain.
    Harus dan baiknya memang ditabur lagi dengan Kohe. Rencananya kami akan tabur lagi dengan minimal 10 karung Kohe ayam.
  7. Tanggal 1 Oktober, saya tabur kembali padinya dengan 7 karung Kohe ayam.
  8. Tanggal 11 oktober penyemprotan. POC yang berbahan dari Air kelapa, Air Beras, peueut, dan Air jeruk, serta Air maulid (air do’a). Sebanyak 3 tangki
  9. Tanggal 11 November penyemprotan. POC yang berbahan dari Air kelapa, Air beras, peueut, dan Air jeruk, serta Air maulid (air do’a), sebanyak 3 tangki.
  10. Tanggal 19 November panen tahap I.
    Biaya tenaga makan dan minum ± 180.000 untuk 1 hari, 1 tenaga laki laki dan 1 tenaga perempuan.
  11. Biaya panen Rp. 450.000
  12. Hasil padi : 11 Karung x ±45 Kg = 459 Kg.
Hasil panen

Demikian catatan saya, hanya sekedar berbagi bahwa di masa kemaraupun kita tetap bisa bertani secara organik dan tidak merugi, bahkan bisa dikatakan lebih karena saya tidak perlu membeli pupuk pabrikan (kimia) yang harganya sedang naik. Semoga Barokah. []


Bagikan

- Kembali ke Arsip Catatan Lapangan 2017 - 2021

Kontak

Informasi lebih lanjut

yayasan.wangsakerta@gmail.com

Jl. Jeunjing RT 06/RW 01 Dusun Karangdawa, Desa Setu Patok, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon 45145

Formulir Kontak

Yayasan Wangsakerta
Yayasan Wangsakerta

Mewujudkan masyarakat yang cukup pangan, cukup energi, cukup informasi, dan mampu menentukan diri sendiri.

Profil

Siapa Kami

Ngenger - Sekolah Alam

© 2022 - 2024 Yayasan Wangsakerta. All rights reserved. Design by Studiofru