Yayasan Wangsakerta
Yayasan Wangsakerta
Strategi UmumCatatan LapanganNgengerJelajah EnsiklopediaDonasi
kontak

Anwar, Anak Cowet yang sedang Membentuk Dunianya

Oleh: Norelysa Askan*)

Anwar saat ikut gotong royong membersihkan sumber air di wilayah Kedung Krisik, Argasunya

Anwar namanya. Remaja berusia 15 tahun ini   selalu menolak permintaan kami untuk bercerita tentang kegiatannya di luar kelas. Alih-alih, dia akan meminta kami untuk membuntuti saja perjalanan kelilingnya saat menjajakan cowet setiap permintaan kami sampaikan.

Cowet atau cobek adalah piring dari batu atau tanah untuk menggiling cabai dan sebagainya. Di Dusun Karangdawa, tempat Sekolah Alam Wangsakerta berada, cowet dibuat dari bahan dasar semen. Selain industri rumahan bumbu dapur, Karangdawa terkenal sebagai produsen cobek.

Ngintili kita baen (ikuti kita saja) Teh kalau mau tahu,” jawab Anwar dalam nada yang terasa sok penting disertai mimik muka dan bibir yang dimajukan. Entah kenapa, Anwar memiliki raut muka yang bisa ditafsirkan teman-teman dan gurunya sebagai wajah yang selalu mengajak berbalah bahkan berkelahi. Wajah ngeselin.

Beberapa murid Sekolah Alam (SA) Wangsakerta, tempat Anwar belajar, memang memiliki pekerjaan yang mengharuskan mereka pergi ke luar desa atau ke kota untuk menjajakan cowet.  Mereka bekerja sebagai “petugas pemasaran” para pengrajin cowet. Anwar tak terkecuali. Dalam sekian pekan, mereka meliburkan diri dari kelas yang berlangsung di tempat yang disebut Saung.  Anwar salah satunya.

Namun saat cowet masih dalam proses pembuatan, murid-murid SA Wangsakerta belajar apa saja di Saung. Membaca, menulis, berkebun, memilah sampah, atau membuat lagu dan berlatih menyanyi. Begitu pembuatan cowet usai, sebagian murid  mengikuti pengrajin ke kota dengan menumpang mobil pick up hingga kota tujuan.

Awalnya, aku mengira bahwa para pengrajin dan “karyawan” cowet menggelar barang dagangan mereka di tempat khusus seperti toko atau kios. Tidak berkeliling dengan berjalan kaki. Aku sempat kaget. Ternyata anak-anak itu memikul cowet yang jumlahnya tidak sedikit lalu menawarkannya dari rumah ke rumah dengan berjalan kaki.

Berbahan bambu Anwar membuat sendiri pemikul cowetnya. Dia tampak sumringah saat menunjukkan pemikul hasil karyanya sebagai alat utama dalam menjalani pekerjaannya. Pikulan menjadi modal penting, selain tenaganya yang masih remaja.

Namun tugas yang dijalani Anwar dan sebayanya sempat membuatku kepikiran. Betapa pun kuatnya tenaganya, Anwar adalah remaja belasan tahun yang semestinya masih menikmati masa-masa belajar  dan bermain.

“Jadi gimana ceritanya kamu berjualan cowet?”

“Ya, kita jalan aja Teh.  Kalau ketemu orang, kita berhenti, terus  nawarin dagangan. Biasanya, orang-orang (merasa) kasihan melihat kita, terus mau beli dagangan kita en.”

Terkesan sebagai remaja sederhana dan apa adanya, Anwar akhirnya mengemukakan latar belakang mengapa dirinya berjualan cowet.  Dia mengaku tidak ingin meminta uang kepada ibunya pada saat Hari Raya tiba. Uang hasil berjualan cowet akan digunakan untuk membeli baju baru. Dia tidak ingin membebani orangtuanya. Dia mencoba berusaha sendiri untuk memenuhi keinginannya.

Saat aku berada di SA Wangsakerta Karangdawa, Anwar berkali-kali meminta izin kepada gurunya untuk berjualan. Artinya, ia akan absen dari Saung dalam waktu cukup lama. Aku sempat melihat wajahnnya menampakkan kesan tidak enak hati saat menyampaikan maksudnya. Boleh jadi dia merasa gundah karena tidak ingin meninggalkan kelas. Namun dia membutuhkan uang untuk pegangan selama Lebaran.

Tetapi aku melihat bahwa “alam” tengah menempa Anwar menjadi sosok yang kuat. Melalui kegiatannya di dua dunia, berjualan cowet  dan belajar di Saung, dia sedang membentuk diri dan dunianya sekaligus mengukir masa remajanya dengan belajar dari pengalaman nyata. Melalui dua kegiatan itu, dia belajar mengukur peluang, kekuatan dan kesanggupan.

Dengan menyatakan dirinya tidak ingin meminta uang kepada ibunya saat Lebaran kemudian berusaha sendiri untuk mendapatkannya, aku melihat sosok Anwar juga sedang menempa dirinya untuk tidak bergantung kepada orang lain. Dia belajar menjadi sosok mandiri. Setidaknya, Anwar sudah mulai tampil sebagai remaja yang sudah berusaha untuk tidak menjadi beban bagi orang lain, termasuk keluarganya.[]

*) peserta magang di Wangsakerta tahun 2019. Tulisan ini ditulis tahun 2019. Naskah ini juga dibantu edit oleh Willy Pramoedya, Anggota Badan Pengawas Yayasan Wangsakerta


Bagikan

- Kembali ke Arsip Catatan Lapangan 2017 - 2021

Kontak

Informasi lebih lanjut

yayasan.wangsakerta@gmail.com

Jl. Jeunjing RT 06/RW 01 Dusun Karangdawa, Desa Setu Patok, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon 45145

Formulir Kontak

Yayasan Wangsakerta
Yayasan Wangsakerta

Mewujudkan masyarakat yang cukup pangan, cukup energi, cukup informasi, dan mampu menentukan diri sendiri.

Profil

Siapa Kami

Ngenger - Sekolah Alam

© 2022 - 2024 Yayasan Wangsakerta. All rights reserved. Design by Studiofru