Yayasan Wangsakerta
Yayasan Wangsakerta
Strategi UmumCatatan LapanganNgengerJelajah EnsiklopediaDonasi
kontak

Greenhouse Wangsakerta

Catatan Lapangan
Riyanti
Cover Image for Greenhouse Wangsakerta

Di tengah terik matahari siang, saya berada dalam suatu tempat yang ditumbuhi banyak sekali tanaman, di antaranya tanaman kucai, cabai, terong, pandan, bayam, tomat, labu serta tanaman herbal seperti kunyit, lengkuas, bawang dayak dan daun pandan. Tempat ini di sebut greenhouse oleh kawan-kawan yang tinggal di saung wangsakerta

Green house adalah bangunan yang dibuat secara sengaja untuk tempat budidaya tanaman serta dibuat sesuai dengan lingkungan yang dibutuhkan tanaman tersebut. Tiang-tiang atau rangka bangunan tempat ini terbuat dari baja ringan, dikelilingi oleh paranet yang berwarna hitam. Salah satu fungsi paranet adalah untuk mengurangi intensitas cahaya matahari. Meskipun tanaman membutuhkan sinar matahari untuk proses fotosintesi, tetapi jika berlebihan bisa merusak sel-sel pada tumbuhan” kata kak Angga, mentor saya selama belajar di Wangsakerta. Paranetnya tidak terlalu rapat sehingga tidak menghalangi cahaya matahari sekaligus memecah air hujan yang turun deras di musim penghujan. Paranet juga berfungsi melindungi tanaman dari gangguan binatang seperti hal ayam atau binatang lainnya yang bisa merusak tanaman. 

Di bagian dalam terdapat pipa paralon dengan springkle pada setiap dua meternya untuk menyemprotkan air secara merata ke tanaman. Sprinkle tidak terpasang di seluruh bagian bangunan, jadi sebagian tanaman disiram menggunakan yang terpasang ke kran. Kak Angga, salah satu mentor saya di Wangsakerta mengatakan sprinkle tidak digunakan di seluruh tanaman karena lebih boros air, sementara tempat ini sering mengalami kekurangan air. Biaya pemasangan instalasi springkle ini juga lebih mahal meskipun diakui dengan springke penyiraman menjadi lebih mudah.  

SPRINGKLE.jpg

Kegiatan Menanam

Di green house ini, tanah langsung menjadi media tanamnya tetapi tanpa dicangkul.  Saya bersama Ita, dan Ivan yang juga peserta Ngenger Sekolah Alam Wangsakerta angkatan 5, belajar menjadi petani tanpa nyangkul berat ya di Wangsakerta ini. Pertama, tanah dibatasi untuk bedengan. Gulma atau rumput dibersihkan dan ditaruh di atas tanah dengan tambahan sampah organik lainnya, kemudian di atasnya ditaburi kohe, kali ini saya menggunakan kohe kambing yang diambil dari kandang kambing Wangsakerta. Untuk satu bedengan dengan luas 1 x 4 meter, saya memakai 5 karung kohe. Setelah itu kami menaburkan cacahan batang pisang, baru ditaburin tanah dari kiri kanang bedengan, lalu siram dengan POC (pupuk cair organik). Kemudian kami tutup dengan mulsa yang sudah dilubangi. 

Kami memakai mulsa plastik. Kata kak Angga, kadang ia memakai rumput kering maupun daun bambu kering untuk mulsa di lahan terbuka. Mulsa berfungsi untuk mencegah rumput tumbuh di sekitar tanaman. Selain itu mulsa juga berguna untuk menjaga kelembapan serta menstabilkan suhu tanah. Pakai mulsa seperti ini memerlukan biaya tetapi mulsa ini dapat bertahan sampai 2 tahun, jadi hitungannya irit karena mengurangi tenaga dan waktu menangani gulma, Pemakaian mulsa menjadikan tanaman lebih tertata rapih. Mulsa menghalangi pertumbuhan rumput, meskipun yang saya lihat masih ada sedikit rumput liar yang tumbuh menembus mulsa seperti ilalang.

Di bagian samping bedengan yang tidak tertutup oleh mulsa, saya dapati ditumbuhi banyak rumput liar. Keberadaannya dapat mengurai nutrisi yang dibutuhkan oleh tanaman serta membuat tempat tinggal bagi serangga. Ketika saya memanen kucai di tempat yang banyak ditumbuhi rumput terdapat hewan seperti ulat bulu, belalang, semut dan hewan kecil lainnya termasuk semut. Dari informasi yang saya baca sebenarnya semut memiliki fungsi ekologis dalam membantu tanaman menyebarkan benih (biji) untuk penyerbukan, menggemburkan tanah pertanian melalui pergerakannya di dalam tanah, menjadi predator bagi hama tanaman, dan aktivitas ekologis lain, termasuk sebagai simbion kutu daun (Falahudin, 2013), namun  keberadaannya membuat saya kurang nyaman ketika melakukan aktivitas di kebun.

Untuk saat ini, untuk mengatasi hama rumput yang tumbuh di samping bedengan (yang tidak tertutup mulsa) kami rutin mencabuti atau memotongnya untuk kemudian diberikan kepada ternak kambing. Untuk bagian yang tidak disukai kambing, kami biarkan menumpuk di samping bedengan untuk menjadi bahan alami penyubur tanah. Kami juga memakai kardus-kardus bekas maupun dedaunan kering untuk meminimalisir pertumbuhan rumput. 

Green house ditanami berbagai macam jenis sayuran dan herbal, didominasi oleh tanaman kucai. Saya penasaran mengapa kucai? saya mendapat jawaban dari kak Angga, Tanaman kucai perawatannya tidak terlalu rumit dan tidak mudah terkena hama seperti halnya Terong. Mulai awal penyemaian biji sampai masa panen, ia memerlukan waktu sekitar dua bulan bulanan, dan bisa di panen beberapa kali.  Harga kucai di pasaran cenderung stabil tidak seperti seperti cabai, tomat, bawang yang sering mengalami penurunan, dan mudah menjualnya. Kucai jadikan bahan tambahan untuk memasak seperti pada pembuatan bakwan, tempe goreng dan jenis gorengan lainnya. Selain dikonsumsi sendiri, kucai ini di jual ke produsen makanan khas Cirebon yakni Gapit. Dari penjualan kucai ini, Wangsakerta mendapatkan penghasilan untuk kebutuhan dapur. 

lABU.jpg

Sayuran lainnya ada cabai rawit dan Cabai setan, tomat, terong, labu dan lain-lain yang digunakan untuk pemakaian sehari-hari di Wangsakerta, hanya jika berlebih baru dijual atau barter ke warung sayuran. Tomat, jenis sayuran yang sering digunakan untuk bahan tambahan memasak ini juga ada di greenhouse tetapi baru mulai di tanami sebagai pengganti terong yang sudah mulai menua dan ditanam di antara bedengan tanaman kucai dengan jarak yang tidak terlalu berdekatan. 

Cabai rawit memiliki ukuran batang serta daun yang tidak terlalu lebat dan cabainya berukuran kecil tetapi memiliki rasa sangat pedas. Cabai setan memiliki ukuran batang serta daun yang sangat besar dan lebat, buahnya berwarna agak kekuningan Ketika masih muda menjelang tua menjadi merah. Cabai ditanam bersamaan dengan kucai sehingga kucai yang berada satu bedengan dengan cabai memiliki ukuran yang tidak terlalu besar.

Terong. Ada dua jenis terong yaitu terong ungu dan hijau yang ditanam di sini, Keduanya sama-sama berukuran panjang hanya berbeda warna saja, terong yang ada saat ini sudah di panen cukup sering dan tanamannya sudah mulai sedikit berbuahnya. Labu kuning, tanaman ini tumbuh merambat di sekitar bedengan dan memiliki daun yang cukup besar. Buahnya berwarna hijau ketika masih mudah dan berwarna kuning ketika sudah tua dan memiliki bunga yang berwarna oren kekuningan. Buahnya memiliki ukuran yang cukup besar.

Salah satu tanaman yang paling saya sukai yaitu cabai. Meskipun saya tidak terlalu suka pedas tetapi ketika melihat tanaman cabai saya merasa senang melihat warna-warni cabai yang merah dan jumlahnya bagitu banyak. Tetapi saya kurang suka ketika tanaman labu di gabungkan di sekitar tanaman kucai karena tanaman ini tumbuh merambat, memiliki ukuran daun yang cukup besar, serta memiliki bulu halus sehingga dapat menutupi tanaman kucai. Bila tumbuh terlalu dekat bisa juga menghalangi sinar matahari serta membuat ketidaknyamana saat memanen kucai.

Di bagian samping sekelliling greenhouse ditanami tanaman herbal berupa kunyit, bawang gayak dan pandan. Disamping tanaman yang sengaja ditanam, ada juga beberapa tanaman yang tumbuh liar seperti bayam, sintrong, ciplukan, meniran, pecut kuda, bandotan dan lain-lain. Selain jenis tanaman yang sudah disebutkan, ada juga beberapa pohon pisang yang tumbuh di area depan greenhouse dan sedikit bunga telang yang tumbuh merambat di salah satu bagian paranet.

Pemeliharaan tanaman

Setiap pagi dan sore hari rutin disiram dengan air dan disemprot pupuk organik cair (POC) seminggu sekali. POC dibuat sendiri dengan memanfaatkan bahan organik di sekitar. Seperti halnya ketika saya ikut membuat pupuk cair dengan warga, kami menggunakan bahan organik berupa dedauan hijau, cacahan batang pohon pisang, sekam padi, diberi molase (tetes tebu) serta Eco Enzym (sebagai pengganti Em4) yang di campur air. Kemudian didiamkan dalam wadah seperti drum atau yang lainnya asalkan tertutup rapat selama 2 minggu. Setelah itu pupuk bisa digunakan. Penggunaannya dengan cara melarutkan POC ke dalam air biasa, kemudian disiramkan ke tanaman.

Selain pemberian pupuk, kami juga rutin membersihkan rumput liar saat jumlahnya sudah banyak. Aktivitas ini dilakukan di sore hari ketika matahari tidak terlalu terik. Terkadang sembari menyiram tanaman kami juga membersihkan rumput agar penyerapan nutrisi pada tanaman budidaya lebih maksimal.

PANEN KUCAI.jpg

Pertanian organik

Menanam secara organik menurut pandangan awal saya sepertinya rumit. Lebih praktis dan cepat jika menggunakan pupuk kimia seperti urea, npk poska, dolomit.  Ketika di aplikasikan ke tanaman hasilnya langsung bisa terlihat. Tanaman diberi pupuk, selang beberapa hari kemudian tanaman menjadi tumbuh lebih cepat dan subur.  Di Wangsakerta inilah saya mendapatkan penjelasan tentang bahaya penggunaan pupuk kimia, baik melaui diskusi, membaca serta merefleksikan pengamatan saya terhadap pertanian di kampung saya di Indramayu,  

Dalam buku berjudul “Pupuk organik dibuatnya mudah, hasil tanam melimpah” yang saya baca dijelaskan pupuk kimia mempunya efek positif dan negatif bagi tanaman dan lingkungannya. Penggunaan pupuk kimia dapat meningkatkan produksi tanaman secara cepat dan mudah digunakan. Kadar hara dalam pupuk kimia tergolong tinggi sehingga dosis yang dibutuhkan lebih sedikit sesuai dengan kebutuhan tanaman. Tetapi juga kita tidak bisa mengabaikan dampak negative dari penggunaan pupuk kimia yaitu tanah mengeras. Penggunaan pupuk kimia secara terus-menerus dapat membuat tanah mengeras dan kehilangan
porositasnya. Sirkulasi air dan udara berkurang. Pengerasan tanah memicu ketidaksuburan tanah secara keseluruhan. Penggunaan pupuk kimia berlebihan dapat memicu pencemaran air dan menganggu ekosistem di dalamnya. 

Saya tidak mengetahui dampak negatif pukim ini karena tidak memikirkan dampak jangka panjangnya. Setelah melihat dan juga belajar dengan praktik pertanian organik secara langsung di Wangsakerta, saya menemukan melakukan pertanian organik ternyata tidak serumit yang saya bayangkan. Membuat pupuknya mudah serta bisa mengurangi pembelian pupuk karna pupuknya dibuat sendiri memanfaatkan bahan-bahan yang ada di sekitar, seperti kotoran kambing/domba, dedaunan, jerami padi, daun bambu yang masih melimpah di daerah sekitar tempat tinggal saya bahkan di belakang rumah saya juga terdapat banyak pohon bambu. 

Bertani secara organik juga membuat saya sadar akan berbagai manfaat dari bahan-bahan yang ada. Bahan organik di sekitar kita yang biasanya terbuang sia-sia ternyata begitu besar manfaatnya. Bisa untuk campuran media tanam, pupuk dan pestisida organik yang pastinya lebih ramah lingkungan. 

Selain soal pertanian organik, belajar di Wangsakerta juga membuat saya sadar menanam itu  bukan soal seberapa banyaknya tanaman yang kita tanam. Kesadaran akan pentingnya memenuhi kebutuhan pangan sendiri serta menjaga lingkungan merupakan tujuan utama dalam menanam. Di halaman rumah yang tanahnya sudah tertutup, kita bisa menanam menggunakan pot dari bahan-bahan bekas seperti galon, botol minuman, ember ataupun polybag yang harganya tidak terlalu mahal. Kita dapat sayuran murah sekaligus memperindah halaman rumah. Jadi apalagi yang membuat kita enggan menanam? mari bersama-sama menjadi generasi yang gemar menanam dan membuat lingkungan yang asri. []

*)Penulis adalah mahasiswa prodi Biologi Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Pangeran Dharma Kusuma, Indramayu, Peserta program Ngenger Sekolah Alam Wangsakerta angkatan ke 5 tahun 2024




Bagikan

Kontak

Informasi lebih lanjut

yayasan.wangsakerta@gmail.com

Jl. Jeunjing RT 06/RW 01 Dusun Karangdawa, Desa Setu Patok, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon 45145

Formulir Kontak

Yayasan Wangsakerta
Yayasan Wangsakerta

Mewujudkan masyarakat yang cukup pangan, cukup energi, cukup informasi, dan mampu menentukan diri sendiri.

Profil

Siapa Kami

Ngenger - Sekolah Alam

© 2022 - 2024 Yayasan Wangsakerta. All rights reserved. Design by Studiofru